Emansipasi 'Gagal'

Adonara,
Musim liburan semester genap, kisaran Juni hingga September.
Penuntut ilmu nun jauh dari kampung halaman berbondong-bondong pulang.
Inilah bulan-bulan teramai sepanjang tahun, selain tentu saja liburan natal dan tahun baru.
Dan karna bertepatan dengan musim kemarau, maka pesta-pesta adat juga biasanya dilangsungkan pada bulan-bulan ini juga.



Pesta adat.
Pesta adat yang dilangsungkan pada bulan-bulan ini sebagian besar biasanya yang berkaitan urusan belis. Ambil gading atau penyerahan gading.
Pesta adat di Adonara, yah...begitulah...potong babi dan kambing puluhan ekor, tuak dan arak, tarian adat, dan seterusnya.
Sudahlah, bukan proses pesta adatnya yang ingin saya angkat. Tapi obrolan kecil saya dengan beberapa mahasiswi saat pesta.
Saat sedang makan siang di dapur pesta, salah teman saya yang kuliah di Jawa bertanya:
"Kenapa e kita perempuan yang harus di dapur? Masak nasi, cuci piring, parut kelapa... Kenapa laki-laki tidak bisa? Ini kan zaman emansipasi, penyetaraan gender. Ini kan salah satu bentuk diskriminasi juga"
Kemudian dia melanjutkan:
"Adat kita sepertinya mendiskriminasi kaum wanita sekali"

Teman yang lain hanya berkata:
"Memang dari sana sudah begitu, mau buat bagaimana lagi? Ikut saja to..."

Sambil tersenyum, walau agak emosi karna capek dan lapar, dengan nada bercanda saya coba menjawab:
"Kalau tidak puas mari kita gantian. Tidak apa-apa. Kami laki-laki yang masak nasi, cuci piring, parut kelapa."
"Hah, nanti kamu perempuan yang pergi pikul babi dari kebun sana bawa datang di tempat pesta, jangan lupa panjat pohon kelapa dan petik buahnya yang tua dan bawa kemari. Lalu pergi angkat kursi meja di gudang desa sana juga e."

Dan saya tersadar.
Ternyata adat dengan caranya sendiri telah menghalangi kaum pria untuk mendiskriminasi kaum wanita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Siaran Bola di TV Nasional 'Diacak'???

Ikat, masukin kardus lalu kirim.

Ragu